Rindyah Hanafi
Abstrak: Menghadapi Pendidikan pada abad ke-21 yang sering disebut Abad Pengetahuan, harus memahami dunia dimana manusia tinggal. Dengan demikian dapat diketahui kecenderungan perkembangannya. Kehidupan di abad ke-21 menuntut perlunya kemampuan untuk berpikir kritis tentang dunia ini dan kemampuan untuk mengambil keputusan cerdas berdasarkan informasi dalam isu-isu pribadi dan kemasyarakatan. Pekerjaan akan sangat membutuhkan keterampilan tingkat tinggi dan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, mengemukakan gagasan, dan bekerja sama. Untuk itu diperlukan berbagai ketrampilan yang luas atau sering disebut dengan life skill pada siswa. Life skill pada abad pengetahuan mempunyai perbedaan pengertian dengan ketrampilan yang diberikan pada sekolah kejuruan. Siswa dituntut untuk mampu berkomunikasi secara luas, kreatif, kolaboratif, dan sebagainya. Selain peran guru untuk menjawab tantangan abad pengetahuan dibutuhkan profesionalisme diantaranya mampu memfasilitasi, membimbing, dan menjadi konsultan siswa.
Kata kunci: abad pengetahuan, life skill, profesionalime guru
Pendahuluan
Menjelang akhir abad ke-20, muncul suatu persoalan, pendidikan seperti apa yang tepat untuk abad ke-21. UNESCO sebagai Badan Dunia menjawab dengan membentuk Komisi Internasional tentang Pendidikan untuk abad ke-21. Materi kerangka kerja utama abad ke-21 dari adalah (1) global awareness, (2) financial, economic business and entrepreneur, (3) civil literacy (4) health and wellness awareness sudah cukup dikenal dikalangan pendidik di Indonesia. Sebelum menjawab persoalan pendidikan apa yang tepat, perlu diperoleh sebuah gambaran tentang kehidupan di abad ke-21. Dalam kaitan ini, hendaknya dipahami bahwa dunia ditentukan juga oleh manusia yang mendiaminya, sehingga selain meramalkan kecenderungan perkembangan, juga diperlukan untuk memiliki persepsi tentang dunia ideal. Delors sebagai Ketua Komisi mengawali pengantar laporan Komisi dengan pernyataan: "Dalam menghadapi beragam tantangan masa depan, manusia melihat pendidikan sebagai aset yang mutlak perlu dalam usahanya untuk mencapai cita-cita perdamaian, kemerdekaan, dan keadilan sosial." Komisi kemudian melihat bahwa abad ke-21 akan dipenuhi dengan tarik-menarik antara dua kutub dalam berbagai dimensi, tiga di antaranya adalah global lokal, tradisional modern, dan spiritual material.
Pada tahun 1997, institusi akademisi di Amerika Serikat (terdiri atas Akademi Sains, Akademi Keinsinyuran, dan Institut Medis) menerbitkan sebuah kumpulan dokumen berjudul "Preparing for the 21st Century" sebagai rekomendasi kepada pemerintah AS. Salah satu dokumen, "Education Imperative", secara khusus membahas kebijakan pendidikan yang perlu diambil. Para akademisi tersebut melihat bahwa kehidupan di abad ke-21 menuntut perlunya kemampuan untuk berpikir kritis tentang dunia ini dan untuk mengambil keputusan cerdas berdasarkan informasi dalam isu-isu pribadi dan kemasyarakatan. Tentang dunia kerja, mereka menyatakan bahwa pekerjaan yang bersifat mekanis rutin akan diambil alih oleh peranti berbasis komputer. Akibatnya, akan lebih banyak pekerjaan yang membutuhkan keterampilan tingkat tinggi yang membutuhkan kemampuan-kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, mengemukakan gagasan, dan bekerja sama.
Pandangan serupa tentang dunia kerja juga dinyatakan oleh Komisi Delors sebagai berikut: di industri, ...tugas-tugas yang sepenuhnya fisik digantikan oleh pekerjaan yang lebih intelek, lebih bersifat mental, seperti mengontrol, merawat, dan memonitor mesin, serta oleh pekerjaan perancangan, pengajian, dan pengorganisasian."Dari pandangan Komisi Delors dan para akademisi Amerika Serikat di atas, dikatakan bahwa kehidupan memerlukan keterampilan yang lebih luas daripada sekadar keterampilan bekerja. Berarti bahwa sektor pendidikan, umum, dan kejuruan bertanggung jawab untuk menumbuhkan keterampilan yang lebih luas itu. Karena itu abad ke 21 lebih dikenal sebagai abad pengetahuan.
Kesan bahwa pendidikan umum di Indonesia tidak mengedepankan life skills tampaknya tumbuh dari pengamatan terhadap kenyataan di lapangan. Pengajaran di sekolah umum lebih banyak menekankan kepada pengetahuan sekadar untuk diketahui. Keluhan siswa SMP-SMU dan orang tua siswa tentang padatnya kurikulum dan pelajaran- pelajaran yang tidak perlu sering disampaikan. Ini dapat diartikan bahwa semakin berat peran yang akan dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan. Keluhan lain disampaikan tentang kemerosotan pendidikan yang dirasakan, dan untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Sehingga pemerintah beberapa kali melakukan perubahan kurikulum. Akhirnya dengan sekolah bukan tambah pintar, tapi pikiran siswa bertambah berat. Perlu pemikiran bagaimana siswa mendalami suatu ilmu tertentu yang sesuai minat. Perguruan-perguruan tinggi membuka jurusan yang sesuai dunia dunia kerja, sehingga tidak ada lulusan perguruan tinggi yang menganggur. Siswa tidak perlu mempelajari hal-hal yang tidak dapat dipraktekkan. Dengan kata lain sudah banyak biaya, tenaga, serta waktu untuk belajar, tapi tak ada gunanya. Akan tetapi berbeda dengan pendapat Nasanius (1998) yang mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.(Sumargi, 1996). Profesionalisme tenaga pendidik masih belum memadai utamanya dalam bidang keilmuannya.
Demikian, para ahli menyepakati bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling and Hood, 1999). Abad pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang sangat rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan dunia kerja. Perubahan-perubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, juga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, psikologi, dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.
Berdasarkan uraikan diatas tujuan penulisan ini : (1) Mendiskripsikan pendidikan di abad pengetahuan (2) Tantangan pendidikan siswa diabad pengetahuan (3) Peranan life skill di abad pengetahuan (4) Profesionalisme guru di abad pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar